Baru sekarang ini terasa bahwa ucapan para psikolog itu ada benarnya. Terutama yang menyinggung soal “masa puber” atau “masa-masa sulit para remaja.”
Gimana mengungkapnya, ya? Saya sedang merasa nggak pasti dalam hidup ini. Banyak hal-hal bertentangan di benak hati, tapi untuk memutuskan rasanya kok bukan perkara kecil.
Masalah utama paling terasa datang dari dunia sekolahan, dunia rutin bagi remaja seperti saya. Saya nggak tahu ini masalah yang umum ataukah cuma saya saja yang nggak normal. Taulah, gimanapun saya akan nyoba.
Semuanya berawal ketika saya mempertanyakan tentang kegunaan sekolah. Tentu saja ketika saya menanyakan hal itu pada orang tua saya, jawabannya pasti demi masa depan. Agar bisa masuk PTN lah, pekerjaan lah….
Dan semuanya itu tentu butuh kerja keras untuk mendapat hasil yang maksimal.
Hasil yang saya maksud, tentu saja, adalah nilai atau skor pelajaran. Sekalian hasil rapor deh.
Dulu, saya selalu menghitung-hitung nilai sekolah saya. Walaupun hanya selisih satu biji, tapi bagi saya hal itu sensitif sekali. Saya terobsesi dengan angka.
Namun sekarang, jalan pikiran saya seolah tersentil. Buat apa bekerja keras demi nilai, kalau pada akhirnya ilmu di bank pengetahuan saya akan lapuk karena ketidakikhlasan saya. Untuk apa menipu diri demi selembar sertifikat hitam di atas putih?
Di sisi lain….
Saya sangat suka dengan cyberspace. Sukaaaaaaaaa banget. Tiap pulang sekolah, kalau sempat, saya pasti mampir online. Walaupun ilmunya masih cetek, tapi paling nggak saya sudah cukup pede untuk eksis, misalnya dengan blog ini?
Nah dengan aktivitas online ini, otomatis sekolah jadi terganggu. Lagian saya juga nggak begitu nyambung dengan pelajaran di sekolahan, maka saya lebih memilih untuk menekuni dunia maya saya.
Jujur saja, saya lebih rela duduk di depan laptop berjam-jam daripada duduk barang lima menit menghadapi soal-soal MAFIA (MAtematika FIsika kimiA).
Setiap saya memandangi lembaran-lembaran latihan soal, otak saya selalu bilang, “Oh, God. Buat apa sih ni soal? Buat cari nilai?”
Begitulah….
Di satu sisi saya ingin mengikuti dan menyelesaikan urusan sekolahan saya dengan sebaik-baiknya, demi memenuhi tanggung jawab saya. Tapi di sisi lain saya banyak mempertanyakan tentang kegunaan sekolah itu sendiri, yang bagi saya sudah mulai terasa hambar dan sia-sia.
Dan parahnya lagi, saya masih belum bisa menetapkan jalan mana yang akan saya tapaki. Ketidakpastian itu bikin saya frustasi karena setiap langkah yang saya ambil terkesan serba salah.
Saya seolah terjebak di tengah-tengah persimpangan, bingung memilih jalan panjang membentang sebelah kiri dan kanan saya. Saya tidak bergerak-gerak, hanya termangu memandangi nasib di ujung sana.
Masalahnya, ujung jalan yang mana?
[…] tahu sejak kapan, sekolah terasa melelahkan bagi saya. Padahal dulu rasanya biasa-biasa […]
“Semuanya berawal ketika saya mempertanyakan tentang kegunaan sekolah. Tentu saja ketika saya menanyakan hal itu pada orang tua saya, jawabannya pasti demi masa depan. Agar bisa masuk PTN lah, pekerjaan lah….”
Ya,menurut saya jawaban itu benar. Akan tetapi kebenarannya masih perlu dipertanyakan minimal bagi saya, karena perlu diingat, hakikat orang mencari ilmu karena ia tidak tahu, tidak tahu atas segala hal, dari ketidaktahuan itu muncullah berbagai pertanyaan yang mendorong manusia untuk tahu. Maka lewat berbagai cara para pendahulu kita mencari berbagai jawaban atas ketidaktahuan itu, dari jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian dihimpun dan dikelompokkan kemudian… jadilah ilmu.
Jadi maksud saya menyampaikan sedikit pengantar diatas ialah saya ingin menunjukkan bahwa makna orang menuntut ilmu sekarang dan dahulu itu berbeda…? Ya,berbeda. Jika dahulu manusia mencari ilmu atas dasar keingintahuan, dorongan dalam diri dan kecintaan atas ilmu itu sendiri untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maka sekarang manusia lebih kompleks, manusia mencari ilmu untuk gelar, manusia mencari ilmu untuk gengsi, manusia mencari ilmu untuk syarat jabatan politik dll…dan semuanya itu sudah menjadi sistem yang mau tidak mau sulit untuk kita hindari dan jalani
Maafkan atas ketidaktahuan saya jika ada yang tidak berkenan
mercy beacoup…
bagus